Senin, 19 Januari 2009

Keluarga Sapari: Hidup dari Seni [3]


Jeli Menghadapi Persaingan

Selama menjalani kehidupan berkesenian Sapari banyak mengalami pasang surut, apa lagi dengan munculnya dhalang-dhalang muda yang berpotensi dan masyarakat juga mengalami pergeseran selera, maka praktis job yang diterima semakin turun dratis.


Untungnya saat ia mulai kehilangan pasar justru istrinya yang kebanjiran job. Masyarakat sendiri tampaknya lebih senang nanggab Tayub daripada wayang kulit, selain itu Tayub memiliki penggemar mulai kalangan tua maupun muda, sedangkan Wayang kulit bila dhalangnya tidak termasuk dhalang yang telah ternama (kondang) maka penontonnya-pun sedikit.

Untuk menyiasati kondisi pasar tersebut, ia melakukan terobosan dengan tanggapan model paket.

’’Saya sebetulnya punya rencana itu sudah sejak lama, sebelum tahun 2000, tapi setelah lama nyelengi sedikit-sedikit baru pada Tahun 2003 niat untuk membuat model paket tersebut terlaksana,’’ jelasnya.

’’Model paket yang saya layani adalah bila orang mau punya hajat, maka saya siap menyediakan mulai, terop-nya, meja kursi, peralatan makan, lampu dan sound system, gamelan dan penabuhnya, waranggana satu orang serta dhalang-nya saya sendiri, jadi yang punya hajat praktis tinggal menyiapkan tempatnya,’’ lanjut Sapari menerangkan.

Pemasangan semua peralatan tersebut juga dilakukan oleh orang-orang (karyawan Sapari). Menurut penuturannya, harga yang ditawarkan cukup terjangkau yaitu sekitar Rp 3,5 juta itu tahun 2003, saat ini harga tersebut sudah naik menjadi Rp 5 juta.

Harga tersebut bisa sedikit bertambah bila jarak antara rumahnya dengan rumah yang punya hajat jauh. Maksudnya, sekadar tambahan untuk ongkos transpotasinya. Melihat harga yang dipatok tersebut memang kelihatan bila yang dibidik adalah kalangan masyarakat kecil sampai sedang atau klas menengah ke bawah.

Setelah melakukan terobosan tersebut ternyata job yang diterima meningkat pesat bahkan yang selama ini ndhalang-nya sempat berhenti saat ini mulai aktif lagi karena adanya permintaan yang punya hajat.

’’Ya, alhamdulillah, sejak paketan itu, saya mulai sering ndhalang lagi, karena banyak yang minta sehabis Tayub selesai minta diteruskan dengan wayang kulit” ujarnya.

Saat ditanya seberapa sering setiap tahunnya (setiap musim hajatan) ia memperoleh job ia mengatakan harus buka buku.

’’Yang jelas setiap tahunnya tidak sama. Sampai saat ini yang saya ingat betul yaitu pada Tahun 2006 dalam satu musim rombongan saya mendapat job (tanggapan) sebanyak 80 kali. Tapi itu tidak semua dalam satu paket, kadang hanya Terop, meja kursi,dan sound systemnya saja. Tapi, yang sering dalam betuk satu paket,’’ tandasnya.

Masih menurut penuturan Sapari saat ini saja, atau untuk Tahun 2009 ia sudah mendapat pesanan sebanyak 25 kali, dan itu bisa terus bertambah.

Dari seringnya memperoleh job tersebut yang jelas pendapatan Sapari bersama rombongannya semakin besar. Itu dapat dilihat dari perlengkapan yang dimiliki saat ini termasuk sudah lengkap.

Ia menjelaskan saat ini terop yang dimiliki sebanyak 10 buah dengan rincian 6 plengkung dan 4 buah biasa. Meja kursi hampir 700 buah belum lagi peralatan makannya. Perangkat gamelan 3 setel bahkan yang satu baru saja beli seharga Rp 50 juta, untuk angkutannya ia juga sudah memiliki 1 buah pick up.

Sementara itu mengenai perlengkapan Sound systemnya ia percayakan pada Harwanto (27) anak tunggalnya yang memang cukup mumpuni dalam urusan tersebut. Selain itu, kelihatannya Har --begitu biasa dipanggil, juga ikut secara langsung mengurusi usaha yang telah lama dirintis ayahnya.

Usaha yang ditekuni Sapari ini ternyata juga ikut membantu memberi pekerjaan pada orang lain khususnya orang-orang yang ikut dalam rombongannya. Jumlah anggotanya saat ini mencapai 21 orang, belum termasuk dia sendiri, istri, dan anaknya. [pur]

0 komentar:

Posting Komentar