Senin, 07 September 2009

Kadiyem: 42 Tahun Menjaga Warung Nasi (2)

Mula-mula hanya Lodeh Tewel


Menurut penuturannya ia sebetulnya sejak masih bujang sudah biasa berjualan makanan mulai dari singkong rebus sampai ikut membantu ibunya jualan nasi lodeh (nasi dengan sayur lodeh yang tempe lamtara). ’’Saya jualan nasi ini sejak tahun 1966 setelah saya menikah. Jalan raya depan rumah ini masih berupa jalan batu. Kendaraan belum ada, paling-paling seminggu sekali ada satu dua yang lewat. Jadi, para pedagang yang perempuan sambil menggedong dan yang laki-laki memikul dagangannya semua jalan kaki dari Panggul sampai Pasar Kampak sejauh 35 km. Sampai di sini (Pasar Talun), dulu masih pasar templek, mereka istirahat sambil sarapan. Yang tidak membawa bekal sendiri mereka sarapan di warung saya,’’ tutur Kadiyem.


’’Saat itu yang saya jual adalah nasi dengan sayur lodeh tewel, rebung, dan tempe gabus (tempe dari biji lamtara, Red). Itulah permulaan saya buka warung,’’ lanjut Kadiyem.

Masih menurut penuturannya jualan nasi lodeh tersebut dijalani sampai tahun 1975. Baru setelah pembeli semakin ramai dan ekonomi masyarakat mengalami perkembangan ia menambah menunya dengan nasi rames. Namun, lauknya masih berupa tempe kedelai dan rempeyek.

Tahun 1980 ia mulai jualan nasi rames dengan lauk daging kambing dengan cara ia mengambil daging kambing dari pedagang daging dengan cara bayar belakangan (setelah habis terjual).

Setelah dihitung-hitung hasilnya cukup lumayan, kemudian menyembelih kambing sendiri. Sang suami kebagian tugas menyembelih kambing itu.

Bila dilihat dari cukup ramainnya pembeli pastilah penghasilan dari buka warungnya cukup lumayan besar.

’’Saya ini kok tidak pernah menghitung penghasilan atau pemasukan dari warung. Tapi, yang jelas bisa saya makan sekeluarga, sedikit-sedikit nicil membuat rumah, yang dulunya masih berdinding gedhek sekarang ya seperti ini,’’ tuturnya.

’’Untuk ragat (biaya) sekolah ketiga anak saya ya cukup dari warung bahkan sekarang sudah mentas semua dan masing-masing sudah saya kasih sedikit modal bila mau buka usaha,’’ tambahnya.

Berkat ketekunan dan kesabaran yang dilakukan Kadiyem ternyata dipetik pada masa tuanya. Meskipun sampai saat ini ia masih setia menggeluti usahanya namun dibanding saat masih dalam masa perjuangannya sangat jauh berbeda.

’’Kebanyakan orang itu kalau melihat hanya suksesnya saja, tanpa melihat bagaimana susahnya untuk menuju kesuksesan tersebut. Banyak contohnya sekarang kan banyak yang mencoba buka usaha tanpa dipikirkan lebih dahulu kendala terburuknya. Maunya yang penting punya modal, buka usaha dan dalam bayangan mereka cepat besar, kadang mereka lupa pada apa itu? Sikon? Jelasnya kalau saya amati kebanyakan sama latah. Satu buka usaha dan kelihatan jalan maka baramai-ramai buka usaha yang sejenis,’’ tutur Sumardi.

’’Saya dulu saat masih manten anyar tidak punya apa-apa. Bahkan, saat jualan nasi lodeh modalnya dari orang lain tapi berupa barang. Seperti beras saya ambil dari orang lain kemudian karena berasnya dari hasil tumbukan tangan dan masih kotor maka oleh istri saya dibersihkan sendiri. Setelah, setelah nasi lodeh habis terjual, baru kami bayar. Itu saya alami hampir 10 tahunan,’’ lanjut Sumardi mengenang masa lalunya.[pur]

0 komentar:

Posting Komentar