Kamis, 12 November 2009

Jadi Pengusaha Bahan Bangunan


Sebagai Batu Loncatan untuk Jadi Kontraktor?

Usaha pembuatan bahan-bahan bangunan tergolong bisnis yang cukup prospektif. Peluangnya lumayan bagus. Disamping ada kaitannya dengan semakin banyaknya jumlah penduduk, usaha ini juga mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat.


Semakin baik tingkat ekonomi masyarakat, peluang usaha ini juga semakin lebar. Saat ini masyarakat tampaknya sudah mulai meninggalkan tradisi membuat rumah dari kayu, selain karena kayu sudah mulai mahal, membuat rumah dari batu-bata ataupun batako ternyata lebih praktis.

Pemerintah sendiri saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan pembagunan fisik untuk kepentingan masyarakat, mulai pembuatan jalan, jembatan, perumahan, perkantoran. Selain itu juga banyak sarana kepentingan umum yang sudah mulai minta direhab.

Program tersebut yang jelas semakin membuka pasar bagi bahan-bahan/produk bahan bangunan, dari pasir, semen, batu-bata, batako, genting, dan lain-lainnya.

Salah seorang yang jukup jeli menangkap peluang tersebut adalah Boyamin (40) warga Desa Pandean, Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek yang mengawali usaha penyediaan bahan bangunan sejak 2003.

Boyamin memang sudah tidak asing dengan hal-hal yang ada kaitannya dengan bangunan, karena sejak masih bujang ia sudah berkecimpung di pertukangan, baik pertukangan batu maupun peertukangan kayu. Bahkan, sempat merantau ke Jakarta selama 7 tahun.

’’Saat masih bujang saya bekerja di Jakarta cukup lama, yaitu sejak 1991 sampai 1998. Sebelum terjadi kerusuhan (Mei 1998, Red) saya sudah pulang. Yang saya kerjakan di sana ya sebagai tukang bangunan dan kadang-kadang kalau ada nasib cukup baik saya juga ikut mborong, tapi sebatas pekerjaan atau proyek yang kecil- kecil saja,’’tutur Boyamin.

Sempat Nganggur
Sepulang dari Jakarta Boyamin sempat nganggur. Sesekali saja ada orang yang menyuruh mengerjakan bangunan rumah. Hal itu ia jalani sampai ia menikah dengan Supatmi (29). Setelah menikah baru ia punya rencana untuk buka usaha.

’’Sebenarnya usaha berawal dari pembuatan maesan, saat itu timbang nganggur saja jadi sama sekali hasilnya tidak dapat diharapkan karena belum pasti kalau sebulan sekali ada yang terjual,’’ ujar Supatmi.

’’Kemudiaan saya dan suami punya pikiran bagaimana kalau kita coba membuat gorong-gorong, karena saat itu setiap musim kemarau banyak orang yang membutuhkan untuk membuat sumur dan buk (jembatan, Red), dan mereka biasanya banyak membeli dari kota karena saat itu selain di wilayah perkotaan belum ada yang membuat,’’ imbuhnya.

Ide tersebut menurut penuturannya diwujudkan pada Tahun 2003 dan secara pelan-pelan dikembangkan, yang semula hanya nisan dengan gorong-gorong kemudian ditambah dengan membuat batako dan risplang, itupun pembuatannya sebatas kalau ada yang pesan.

Bertambah Tahun perkembanganya cukup lumayan bahkan untuk pembuatannya yang saat itu dilakukan sendiri hanya dibantu dengan seorang karyawan, mulai kuwalahan hingga sampai saat ini Boyamin memiliki 15 orang karyawan.

Adapun saat ini dengan karyawan 15 orang, usaha Boyamin ini dalam hal produksinya sudah cukup lengkap, antara lain batako, paving, risplang, gorong-gorong, gibsum, dan masih banyak jenisnya. Yang jelas saat ini ia bisa melayani apa saja pesanan yang berhubungan dengan keperluan bangunan khususnya yang dari cetakan.

Mengikuti Pasar
Apa yan g diproduksi, lebih ditentukan oleh permintaan pasar atau pesanan. ’’Dalam hal produksi jenis apa yang ramai atau banyak permintaan yaitu yang banyak saya buat. Sampai saat ini saya belum berani untuk produksi secara masal. Masalahnya kalau lama tidak laku hitungannya bisa rugi. Namunm, biarpun ada pesanan yang mendadak saya tetap bisa mengusahakan,’’ ujar Boyamin.

Pemasaran hasil produksinya ternyata masih sebatas satu wilayah kecamatan saja. Namun demikian, menurut penuturannya, saat ini sudah mulai cukup kuwalahan melayani pelanggan. Pasalnya ada kendala dari pasokan bahan baku pasir yang agak kurang lancar.

Bila pasokan pasir tidak lancar kadang-kadang harga tinggi pun terpaksa ia beli hal ini mengingat pasir merupakan bahan utama untuk produksinya sehingga nantinya yang jelas pendapatan yang diperolehnya akan minim.

’’Kalau pasir sepi mas, yang jelas harganya mahal, namun terpaksa kita beli tapi yang jelas nanti hasilnya nipis banget,’’ tutur Boyamin.

Hitung-hitungannya menurut Boyamin dari satu truk pasir antara lain untuk batako ukuran 30 x 15 cm bisa menghasilkan sebanyak 500 buah, sedangkan untuk gorong-gorong berkisar antara 20 sampai 30 buah, tergantung dari ukuran barangnya.

Dari segi harga ternyata cukup terjangkau semisal batako per bijinya dilepas dengan harga Rp 1.700 sampai Rp 2.000, sedang gorong-gorong untuk ukuran diameter 20 Cm dilepas dengan harga Rp 25.000 dan ukuran diameter 80 cm dilepas Rp 50.000.

’’Tentang harga itu semua bisa diatur, tinggal permintaan pembeli tapi yang jelas bila minta yang murah kualitasnya pun juga agak rendah,’’ ujarnya.
Saat ditannya berapa omzet perbulannya dengan tersenyum ia enggan untuk menjelaskan. ’’Bagaimana ya saya tidak bisa menjelaskan ibunya itu mungkin karena ia yang ngurus uangnya,’’ tutur Boyamin sambil melirik istrinya

’’Saya sendiri kalau ditanya berapa, angkanya secara pasti tidak bisa, tapi yang jelas untuk bayaran karyawan setiap orangnya harus menyediakan Rp 20 000, namun itu pun tidak setiap hari semua bekerja, dan lagian tiap bulannya tidak pasti kalau selalu ramai. Bahkan pernah dalam sebulan karyawan hanya memproduksi saja dan untuk memenuhi kebutuhan hanya mengandalkan dari pembelian partai kecil saja,’’ tambah Supatmi.

Modal Telaten
’’Usaha seperti ini yang penting telaten apa lagi saat ini semakin banyak yang membuka usaha sejenis, makanya saya tidak berani untuk memproduksi secara massal. Tapi yang jelas bila ada pemasukan sedikit demi sedikit saya sisihkan untuk tambah modal,’’ tutur Boyamin.

’’Yang penting lagi kita jangan sampai patah semangat, biarpun hanya memiliki modal sedikit pokok telaten dan pandai-pandai mengatur uang akhirnya besar juga. Bila mengingat usaha saya ini yang dulunya hanya jual maesan, banyak yang menduga kalau saya dapat suntikan dana. Sama sekali tidak ya hasil dari penjualan itu yang saya buat mengembangkannya. Tapi yang jelas kita harus kuat puasa untuk pengeluaran di luar kepentingan usaha,’’ tambah Supatmi.

Kendala usaha ini menurut penuturan Boyamin saat ini semakin banyak saingan tapi baginya rezeki itu sudah ada yang mengatur. Tapi meskipun banyak yang membuka usaha sejenis ia tetap optimis bahwa usaha ini tetap memiliki prospek yang bagus karena semakin banyak pula yang membutuhkan.

’’Memang sekarang saingan semakin banyak tapi Alhamdullah permintaan sampai saat ini tidak ada penurunan, bahkan saat ini sudah ada pesanan 6000 buah batako yang belum selesai saya kerjakan. Hanya saja karena semakin banyak usaha sejenis, menjadikan kendala pasokan bahan baku pasir sering telat,’’ jelasnya.

’’Selain itu bagi saya saat ini yang menjadi kendala justru lokasi produksi yang semakin sempit, tempatnya sudah tidak cukup lagi. Makanya sekitar 4 bulan yang lalu saya membuka cabang di wilayah lain sekaligus memperluas usaha,’’ tambah Boyamin.

Menurut Supatmi usaha yang dirintis mulai dari nol sampai bisa berkembang sampai sekarang tidak terlepas dari kiat usaha yang dimilikinya.

’’Ya untungnya suami saya itu cukup menguasai tentang seluk beluk bangunan jadi tentang hitung-hitungan masalah bangunan mulai dari nol atau mulai dari material sampai jadi bangunan yang siap huni ia bisa memperkirakan berapa biaya yang diperlukan,’’ tutur Supatmi.

’’Sering ada pelanggan yang ingin memuat rumah minta tolong pada suami saya untuk menghitungkan berapa biasa yang harus disediakan, bahkan ada yang sekaligus minta tolong untuk membuatkan gambar,’’ tambahnya.

’’Ya idep-idep promosi kan tidak rugi, untuk sekedar membuatkan gambar dan menghitung besaran biaya yang diperlukan tidak berat dan itu sama sekali saya tidak menarik biaya atau imbalan uang. Tapi yang jelas biasanya mereka mengambil bahan-bahannya dari sini terutama batako, tiang beton, dan risplang, ada juga yang pernah beli gibsum dan suruh masang sekalian. Itu pun tetap saya layani,’’ tutur Boyamin.

Tampaknya kedepan Boyamin memiliki ancang-ancang untuk mulai mengembangkan usaha selain sebagai penyedia bahan bangunan sekaligus menjadi pemborong. Hal ini berdasar penuturannya bahwa ia telah beberapa kali bersama karyawannya mengerjakan pembuatan rumah dan sering melayani pembelian risplang, gibsum, beserta pemasangannya.

Buka Cabang
Karena terkendala luas lokasi produksinya sudah tidak mencukupi lagi Boyamin berusaha membuka cabangnya yang lokasinya justru dekat dengan kota kecamatan, dan notabene diwiyayah itubanyak terdapat usaha sejenis.

Hal tersebut ternyata memang disengaja selain karena kebetulan adiknya bertempat tinggal didekat lokasi cabang usahanya itu sekaligus adiknyalah yang disuruh untuk mengurus cabang usahanya.

’’Kebetulan saya punya tanah di Dongko. Berhubung saya kekurangan tempat produksi, maka tanah tersebut saya jadikan lokasi produksi, sekaligus untuk menjajagi bagaimana bila usaha di tempat yang telah banyak berdiri usaha sejenis,’’ ujarnya.

Awalnya di lokasi yang baru tersebut hanya memproduksi pesanan yang yang telah masuk di rumah produksinya yaitu Pandean. Karyawannya juga diambilkan dari lamanya dari 15 orang yang ada dirumahnya yang 3 orang dibawa ke cabangnya yang ada di Dongko.

Namun lama kelamaan di cabangnya-pun mulai mendapatkan pelanggan. Menurut penuturannya saat ini dengan 3 orang karyawan juga mulai kuwalahan.

’’Ternyata biarpun didekat lokasi cabang saya itu banyak terdapat usaha sejenis dari segi pasar tidak menjadi soal buktinya saat ini seperti batako misalnya, seandainya mentolo masih belum kering-pun sudah ada yang mau ngangkut,’’ tutur Boyamin. [pur]

0 komentar:

Posting Komentar