Selasa, 18 September 2012

Membaca Kemarau


Desa Cakul, Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur --terutama di Dusun Nglaran termasuk daerah tandus, dan terlalu kering di musim kemarau. Walau di beberapa bagian wilayah desa masih ada sumber air yang hidup, walau sekadar menetes, warga di sebagian besar desa bahkan harus sangat berhemat ketika mandi. Susah air!

Ketika air susah didapat, bukan cuma urusan mandi, cuci, dan memasak yang terdampak, melainkan tanaman/tumbuhan pun banyak yang mati. Bayangkan, ketika pohon cengkih (yang sudah ibarat pohon emas karena harga bunga keringnya ketika tulisan ini dibuat sudah melampaui Rp100 ribu/kg) yang sudah beberapa kali panen harus mati ranggas digulung kemarau. Betapa sedih. Betapa banyak nilai kerugian mesti ditanggung.

Cari pakan ternak pun susah, karena banyak pohon ranggas, rumput dan semak pun lenyap. Dan semua orang mengeluh. Padahal, ada tanaman pagar yang sangat disukai kambing dan seperti justru makin subur di tengah ganasnya kemarau. Pohon matoa yang belum genap setahun ditanam pun masih bersemangat tumbuh, dan seperti tak gentar menghadapi matahari kemarau yang membakar.

Pertanyaan besar: mengapa orang-orang tak memperbanyak tanaman yang punya daya tahan tinggi di musim kering, di desa ini? Kita diberi banyak pilihan, dan akan sengsara sendirian jika hanya mau ikut-ikutan! Demikianlah saya menarik simpulan.*

0 komentar:

Posting Komentar