Kira-kira setahun yang lalu saya
mengunjungi sebuah desa yang jauh, Desa Cakul, Kecamatan Dongko, Kabupaten
Trenggalek. Waktu itu ada acara Pembubaran Festival Sastra yang juga dihadiri
beberapa orang pekerja migran yang
hebat-hebat di bidang kesusasteraan. Saya berdua dengan teman saya bersepeda
motor dari Blitar, karena memang saya niatkan: ”sambil menyelam minum air”—menghadiri
undangan sekaligus ’belajar’ memahami potensi bisnis di sekitar kita.
Sebelum sampai di Cakul saya
sempat mampir di pasar pengepul kelapa, kalau tidak salah namanya Pasar Dongko.
Saya sempatkan bertanya berapa harga dan sampai kapasitas kemampuan supply kelapa segar. Harga di tingkat
pengepul antara Rp 1.250 – Rp 1.500 per butir kelapa. Harga tersebut dalam
kondisi masih dengan bathok kelapanya.
Menurut analisis usaha saya,
kelapa tersebut harganya masih cukup murah sebagai bahan baku minyak kelapa
segar. Satu kilogram minyak kira-kira membutuhkan 6 - 8 butir kelapa segar.
Kita juga masih bisa mendapatkan batok (tempurung) kelapa yang masih bisa
dijual dengan nilai ekonomis tinggi.
Minyak kelapa segar, harga per
kilogram sekitar Rp 16 – Rp 25 ribu/kg, sedangkan biaya produksi dan bahan
bakunya sekitar Rp 9 – Rp 12 ribu --sudah termasuk dengan biaya produksi. Belum
kalau dibikin minyak VCO, meski pasarnya tidak sehebat dulu. Namun, minyak VCO
tetap laku dan berharga mahal. Bikinnya pun gampang.
Meski mahal, perusahaan tetap
lebih memilih menggunkan minyak kelapa daripada minyak kelapa sawit. Sebabnya,
minyak kelapa bisa digunakan untuk penggorengan berkali-kali sampai habis
minyaknya, sedangkan minyak kelapa sawit hanya bisa digunakan 2 - 3 kali
penggorengan. Pakai minyak kelapa, masakan juga menjadi lebih gurih.
Alatnya juga sederhana: mesin parut,
press santan, dan evaporator untuk
memisahkan kandungan air dari minyak kelapa. Kalau kita kemas dengan plastik refiil, mesin press plastic seharga Rp 5.000.000,- dan harga kemasan plastiknya
sekitar Rp 500 rupiah per lembarnya sudah lengkap dengan cetakannya, seperti
kemasan minyak pabrikan yang ada di pasaran.
Saya jamin, konsumen kalau
melihat kemasan dan kualitas minyak akan menyangka ini merupakan produksi
pabrik skala besar. Padahal, dibikin oleh home
industry milik Anda yang berasal dari daerah penghasil kelapa: Trenggalek,
Ponorogo , Pacitan, Jember, dll.
Selain dapat untung dari proses
minyak, kita masih mendapatkan sepet
(sabut) dan batok (tempurung) kelapa. Sabut kita gunakan untuk bahan baku
kasur, sedangkan batok kelapa bisa kita manfaatkan untuk ”liquid smoke” yang banyak fungsinya. Nelayan Prigi membutuhkan
ini, sebagai pengawet ikan pengganti formalin. Lebih detailnya, datanglah ke
perpustakaan atau toko buku untuk mendapatkan sumber informasi akurat mengenai
minyak kelapa dan liquid smoke.
Sedangkan airnya (air kelapa)
dapat diproses menjadi nata de coco atau
bikin kecap. [abdul aziz]*