Kamis, 19 Februari 2009

Mbah Pojem


Hari masih pagi saat NglaranKita bertandang ke rumah kediaman Pojem [56] warga Dusun Sidem, Desa Cakul, Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek. Tampak rumah ukuran 4 x 6 meter yang sebagian besar sudah tampak lapuk. Dindingnya terbuat dari ayaman bambu dan sudah dipenuhi tambalan.

Saat penghuninya membuka pintu terdengar derit seperti barang yang mau patah, ternyata benar, pintu itu salah satu tuang penyangganya kelihatan mau patah karena sudah lapuk. Bila masuk ke dalam rumah tampak atap gentingnya pun banyak yang sudah bolong, sehingga bila musim penghujan dapat dipastikan ruangan yang ada akan banyak kemasukan air hujan.

Dalam rumah itu disekat dengan ayaman bambu sehingga menjadi dua ruangan, yang satu sebagai dapur yang satunya lagi digunakan sebagai tempat tidur. Tidak ada perabotan yang ada hanya tiga buah dipan dari kayu yang satu di dapur dan yang dua buah di ruang satunya lagi sebagai tempat tidur.

Rumah itu dihuni oleh empat orang yaitu Pojem beserta Soijah [30] anak satu-satunya dan dua orang cucunya Sumiati [12] dan Mardi [9] yang dua-duanya masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

’’Sejak saya pisah dengan Suami belasan tahun yang lalu di rumah ini tidak ada lagi laki-laki yang dapat dijadikan tulang punggung keluarga, apa lagi Soijah anak saya satu-satunya juga bernasib seperti saya diceraikan suaminya sejak anak keduanya baru berumur 2 tahun praktis untuk keperluan sehari-hari saya sekeluarga makan seadanya.’’tuturnya.

Menurut Jumiyo [40] tetangga dekatnya memang keluarga Pojem kehidupannya serba kekurangan, apa lagi ia juga tidak memiliki tanah untuk bercocok tanam. ’’Setahu saya Mbah Pojem itu tanahnya ya yang ditempati itu dan sepetak ladang yang ditanami ketela pohon, yang hasilnya dimakan sehari-hari, itu pun kalau terus-terusan diambil hanya cukup paling lama dua bulan,’’ ujarnya

’’Jadi selama ini untuk menyambung hidupnya selama ini Pojem menjadi pemulung daun cengkeh di kebun tetangganya dan tentu saja dengan seijin pemiliknya’’ lanjutnya.
Dari hasil memunguti daun cengkeh kering yang telah jatuh dari pohonnya tersebut Pojem dapat mengumpulkan Rp10.000 sampai Rp15.000 setiap minggunya. Dan itu cukup untuk kembali menegakkan periuknya.

‘’Untung ada saja yang berbaik hati terutama tetangga, kadang ada yang ngasih beras, ada yang ngasih pakaian bekas,seperti pakaian yang saya dan cucu saya kenakan ini, tetangga juga yang ngasih,’’ tutur Pojem. Seperti rumah ini sudah belasan tahun tidak pernah diperbaiki, boro-boro untuk memperbaiki untuk makan setiap hari saja kadang tetangga yang ngasih,’’ lanjutnya.

Namun sejak Soijah anaknya diajak tetangganya ke Surabaya untuk jadi pekerja rumah tangga, Pojem sedikit bisa bernapas lega. Setiap bulan ia mendapat kiriman uang Rp 150.000. Uang itu buat keperluan sehari-hari dan sebagian lagi ia sisihkan untuk keperluan sekolah cucunya.

’’Bila dapat kiriman yang utama saya belikan beberapa literberas,dan sedikit saya sisihkan untuk keperluan beli buku cucu saya. Sedangkan untuk seragam dan sepatu biasanya ada saja yang ngasih, dan majikan Soijah kadang menberikan pakaian yang telah tidak terpakai untuk cucu saya.’’ [r]

0 komentar:

Posting Komentar